Cerita di Balik Caya Terang Omah CERIS - Hai, perkenalkan! Nama aku Muhamad Munif, seorang suami, ayah, sekaligus pebisnis rumahan. Sehari-hari aku bekerja merakit lampu LED sendiri dari tangan ini, satu per satu komponen disusun hingga menjadi produk yang kini menjadi kebanggaanku yaitu lampu LED dengan brand Omah CERIS.
Sebagian orang mungkin menganggap pekerjaanku sederhana. Duduk seharian di depan meja kerja, menyolder kabel kecil, memasang chip, mengetes daya, lalu mengemas lampu-lampu yang siap menyala di rumah orang lain. Tapi bagi diriku, ini adalah pekerjaan penuh tanggung jawab. Ada jiwa dan harapan yang kutanamkan dalam setiap lampu yang kuterangi.
Setiap lampu yang berhasil menyala bukan hanya berarti produk yang jadi. Tapi juga bukti bahwa aku tidak menyerah dengan keadaan.
Merakit Cahaya, Menyusun Harapan.
Perjalanan membangun Omah CERIS tidak secepat menyalakan saklar. Semua dimulai dari kesederhanaan dan kebutuhan. Aku tidak punya pabrik, tidak punya pegawai. Hanya ada satu meja kerja kecil di sudut rumah, alat-alat sederhana, dan keinginan kuat untuk menghidupkan sesuatu dari tanganku sendiri.
Satu lampu pertama kali kurakit dari komponen bekas. Saat itu bukan demi bisnis, tapi karena anakku butuh lampu belajar yang hemat dan tahan lama. Aku coba merakit sendiri, mengandalkan pengetahuan dari video, forum, dan buku-buku teknik lama yang kusimpan sejak kuliah. Tidak langsung berhasil. Tapi perlahan, aku mulai paham: merakit lampu itu butuh ketelitian, ketekunan, dan rasa sabar yang besar.
Tak disangka, tetangga yang melihat lampu buatan itu mulai tertarik. Ada yang minta dibuatkan juga. Dari situlah aku terpikir, mungkin ini bisa jadi jalan. Maka lahirlah nama Omah CERIS, akronim dari Cahaya Efisien Ramah, Inovatif, dan Sederhana—sebuah brand kecil yang kini perlahan mulai tumbuh.
Fokus Tinggi, Tapi Mata Tak Pernah Bohong.
Merakit lampu LED bukan sekadar menyambung kabel. Pekerjaan ini menuntut fokus luar biasa tinggi. Aku harus memastikan setiap resistor, transistor, dan titik solder pas di tempatnya. Apalagi karena aku mengedepankan efisiensi dan daya tahan, maka aku benar-benar teliti pada detail-detail kecil yang mungkin tak terlihat oleh mata awam.
Jam demi jam aku habiskan di meja kerja, menunduk, memperhatikan sirkuit-sirkuit kecil dengan pencahayaan terang. Ada saat di mana aku bahkan lupa makan, lupa berdiri, lupa berkedip. Hingga akhirnya mataku terasa perih, kering, dan mulai kabur.
Awalnya kupikir itu biasa. “Ah, mungkin cuma kecapekan,” kataku dalam hati. Tapi lama-lama, kelelahan mata ini mulai mengganggu pekerjaanku. Aku jadi kurang presisi saat menyolder, sering salah pasang komponen, dan butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikan satu unit lampu.
Aku tahu ini bukan hal sepele. Ya, #MataKeringJanganSepelein karena kalau mataku tidak dijaga, maka perlahan usahaku sendiri bisa terancam.
Ketika Insto Hadir di Tengah Keheningan Bengkel Mini.
Aku mulai mencari solusi. Awalnya mencoba istirahat lebih sering, mengatur ulang pencahayaan, bahkan memakai kacamata pelindung. Tapi tetap saja, ada rasa mata kering dan pegal di mata yang tak bisa hilang sepenuhnya. Lalu, aku mencoba Insto Dry Eyes tetes mata yang konon bisa membantu mengatasi mata kering karena aktivitas intens di depan cahaya atau layar.
Jujur saja, aku sempat ragu. Tapi sekali kucoba, efeknya langsung terasa.
Beberapa tetes ringan saja sudah cukup untuk menyegarkan kembali pandanganku. Rasa perih mulai berkurang, dan pandangan yang tadinya buram kini kembali jelas. Rasanya seperti ada kabut yang diseka perlahan dari bola mata. Sejak itu, Insto selalu ada di meja kerjaku, berdampingan dengan solder dan multimeter.
Di saat mataku mulai kering karena menatap titik cahaya terus-menerus, Insto jadi penolong setia. Memberi jeda kecil agar aku bisa lanjut lagi, menyusun cahaya dari kabel-kabel kecil yang tampak sepele, tapi punya arti besar.
Antara Lampu dan Kehidupan.
Usahaku tidak besar. Aku tidak punya toko fisik, belum punya karyawan tetap. Tapi aku bangga karena semua ini lahir dari tangan sendiri, dengan dukungan keluarga yang tak pernah putus.
Setiap kali aku selesai merakit, lampu itu seperti bagian dari diriku. Ada perjuangan, ada cerita di baliknya. Dan ketika ada pelanggan mengirim pesan, “Lampunya awet, Pak. Terima kasih,” itu seperti hadiah kecil yang menguatkan semangatku.
Tapi di balik semua keberhasilan itu, aku juga makin sadar—mata adalah aset utama dalam pekerjaanku. Tanpa mata yang sehat, semua akan jadi lebih sulit. Dan karena itulah aku makin rajin menjaga kesehatan mata. Aku rutin istirahat tiap 1 jam, menatap pohon di luar rumah, dan tentu saja, meneteskan #InstoDryEyes setiap kali mata mulai terasa kering.
Keseimbangan Kecil yang Menjaga Semuanya Tetap Terang.
Kini, setiap hari di meja kerja kecil itu, aku merakit lebih dari sekadar lampu. Aku merakit cita-cita anak-anakku, harapan istriku, dan keinginanku untuk terus memberi manfaat lewat produk sederhana. Lampu-lampu Omah CERIS menyala bukan hanya karena arus listrik, tapi karena ada semangat yang menyertainya.
Dan saat aku lelah, terutama ketika mata mulai memberontak, aku tak memaksakan diri lagi. Aku berhenti sebentar, menatap jauh, mengambil Insto, dan memberi waktu untuk mataku bernapas.
Karena bagiku, terang bukan sekadar hasil. Tapi juga tentang bagaimana menjaganya tetap menyala tanpa harus mengorbankan diriku sendiri.
Cahaya yang Menyala dari Hati.
Ucapan-ucapan kecil dari pelanggan seperti itu sering masuk ke pesan WhatsApp-ku. Dan setiap kali itu terjadi, aku tersenyum. Karena aku tahu, usahaku tidak sia-sia.
Tapi semua ini tidak akan mungkin tanpa satu hal penting: kesehatan dan ketenangan mata. Maka bagiku, Insto bukan sekadar produk. Ia adalah bagian dari perjalananku, dari cerita kecil tentang seorang ayah yang mencoba menyalakan dunia, satu lampu demi satu lampu.
Insto Dry Eyes: Teman Setia di Balik Fokus dan Ketelitian.
Untuk siapa pun di luar sana baik pengrajin, penjahit, editor video, desainer grafis, ibu rumah tangga, atau siapa saja yang matanya bekerja lebih keras dari yang terlihat, jangan tunggu sampai perih menyapa dan kabur mengganggu.
0 Komentar